Rabu, 14 September 2011

SEJARAH BALI

 

Baik teman-teman yang ingin tahu tentang Awal mula Bali tentunya sebelumnya kita pahami sejarah bali, nah untuk memahami keunikan Bali memang tidak bisa dilepaskan dengan tapak-tapak sejarah perkembangan Bali dari masa ke masa. Sejarah Bali menjadi begitu unik dan khas karena didukung oleh sikap warganya yang memberikan perhatian khusus terhadap peninggalan leluhurnya. Kepercayaan terhadap leluhur menjadikan perhatian terhadap peninggalan sejarah begitu tinggi di Bali.
Bahkan begitu banyak peninggalan sejarah itu diberlakukan sebagai benda keramat yang tidak boleh diperlakukan tidak semestinya. Dalam pengungkapan sejarah Bali, kami juga memaparkan kondisi Bali di zaman Pra Sejarah, kemudian berlanjut ke zaman Bali Mula, zaman Bali Aga, dan zaman Bali Modern. Dengan pemaparan ini tentu akan bisa dipahami kondisi Bali secara lebih utuh. Bahkan untuk lebih memahami sejarah Bali secara mitologi, kami juga mencoba memaparkan beberapa cerita rakyat yang memang ada kaitan dengan sejarah sebuah tempat atau peristiwa yang pernah ada di Bali.:




Bali pada masa berburu dan mengumpulkan makanan ( paleolithik )
Lokasi : Di sebuah hutan di Bali
Kronologi : Masa paleolit 3000tahun sebelu masehi
Cerita :
Pulau Bali sekitah 1 juta tahun yang lalu, diperkirakan telah dihuni oleh manusia purba ( homo erectus ) perkiraan ini didasarkan pada berbagai temuan alat paleolithikdi daerah Batur, Trunyan, dan Sembiran. terlihat pada diorama manusia purba sedang berburu babi hutan dengan kapak genggam dan memetik buah-buahan.





BALI PADA MASA PERUNDAGIAN ( 2000 SM







Pada masa ini perkembangan teknologi sudah semakin pesat. hal ini disebabkan karena manusia telah menumukan bijih-bijih logam serta teknis peleburannya untuk dibentuk menjadi bermacam-macam barang/benda ( gelang, anting-anting, dll ) salah satu hasilnya berupa Nekara perunggu yang sekarang berada di Pura Penataran Sasih, Pejeng, Kab. Gianyar. selain itu masyarakat sudah mengenal sistem penguburan mayat yang disimpan dalam sarkophagus.




STUPA DAN PRASASTI SUKAWANA, SAKA 700 ( 778 M)






Pada masa ini Bali sudah memasuki jaman sejarah, dengan di temukannya stupika-stupika tanah liat di sekitar Pejeng, Bedulu pada tahun saka 700 ( 778 M ). Di temukan pula prasasti tembaga yang berangka tahun saka 804 ( 882 M ) di simpan di Pura Desa Sukawana, Kintamani, Bangli, di sebut Prasasti Sukawana. Pada diorama tampak para pendeta sedang bersemedi di ceruk-ceruk dan tampak pula seorang pendeta keluar dari pasraman.







RSI MARKANDEYA, ABAD KE 8






Dalam rangka membangun tempat-tempat suci, Rsi Markandeya ( pertapa dari Dieng, Jawa Tengah ) mengajarkan terlebih dahulu menanam “Pancadatu” yaitu lima macam logam ( emas, perak, besi, tembaga, dan kuningan ) kemudian disertai upacara buta yadnya sebagai sarana untuk keselamatan. kemudian tempat tersebut di beri nama Besukih atau Besukian yang artinya tempat suci, dan sekarang menjadi Pura Besakih. tanpak pada diorama Rsi Markandeya sedang menyerahkan panca datu kepada pengiringnya. dan pada latar belakang terlihat kesibukan di Desa Taro Gianyar membangun Bale Agung.










SRI KESARI WARMADEWA, 914 M 





Raja ini dari Dinasti Warmadewa memerintah tahun 914M. membuat tugu kemenangan ( Jayastamba ) di Desa Blanjong, Sanur. dalam prasasti Blanjong disebutkan kemenangan Sri Kesariwarmadewa dalam menghadapi musuh-musuhnya di daerah gurun dan sawul.






GUNAPRIYA DHARMAPATNI DAN SUAMINYA DHARMODAYANA WARMADEWA, 989-1011 


 


Sri Mahendradata adalah puteri raja Makuta Wangsa Wardana, Raja Jawa Timur, menikah dengan pangeran dari Bali dan memerintah Bali. beliau bergelar Sri Ratu Gunapriya Dharmapatmi dan suaminya bergelar Sri Dharmodayana Warmadewa. pada masa ini kehidupan ketatanegaraan dan keagamaan berjalan dengan baik, terutama setelah kedatangan seorang pendeta dari Jawa bernama Empu Kuturan.




KONSEP KAHYANGAN TIGA DARI EMPU KUTURAN ( ABAD 11 M ) 

 

Kedatangan Empu Kuturan di Bali menata dan menyempurnakan kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan diantaranya di bidang adat-istiadat. Pada diorama tanpak Bale Agung, Meru, dan Mrajapati sebagai simbul dari pura Desa, pura Puseh dan pura Dalem. ketiga pura ini disebut Pura Khayangan Tiga.





http://wm-site.com/bali/perjalanan-sejarah-bali
 

Kamis, 08 September 2011

Persiapan Sembahyang




Persiapan sembahyang meliputi persiapan lahir dan persiapan batin. Persiapan lahir meliputi sikap duduk yang baik, pengaturan nafas dan sikap tangan.
Demikian pula persiapan sarana penunjang sembahyang seperti pakaian, bunga dan dupa sedangkan persiapan batin ialah ketenangan dan kesucian pikiran. Langkah-langkah persiapan dan sarana-sarana sembahyang adalah sebagai berikut:

1. Asuci laksana
Pertama-tama orang membersihkan badan dengan mandi. Kebersihan badan dan kesejukan lahir mempengaruhi ketenangan hati

2. Pakaian
Pakaian waktu sembahyang supaya diusahakan pakaian yang bersih serta tidak mengganggu ketenangan pikiran. Pakaian yang ketat atau longgar, warna yang menyolok hendaknya dihindari. Pakaian harus disesuaikan dengan dresta setempat, supaya tidak menarik perhatian orang.

3. Bunga dan kawangen
Bunga dan kwangen adalah lambang kesucian, supaya diusahakan bunga yang segar, bersih dan harum. Jika dalam persembahyangan tidak ada kawangen dapat diganti dengan bunga.
4. Dupa
Apinya dupa adalah simbul Sang Hyang Agni, saksi dan pengantar sembah kita kepada Sang Hyang Widhi. Setiap yadnya dan pemujaan tidak luput dari penggunaan api. Hendaknya dupa ditaruh sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan teman-teman kita di sekitar kita. Selesai persembahyangan sebaiknya dupa dipadamkan dan dibuang.

5. Tempat Duduk
Tempat duduk hendaknya diusahakan tempat duduk yang tidak mengganggu ketenangan untuk sembahyang. Arah duduk ialah menghadap pelinggih. Setelah persembahyangan selesai usahakan berdiri dengan rapi dan sopan sehingga tidak mengganggu orang yang masih duduk sembahyang. Jika mungkin agar mempergunakan alas duduk seperti tikar dan sebagainya

6. Sikap duduk
Sikap duduk dapat dipilih sesuai dengan tempat dan keadaan serta tidak mengganggu ketenangan hati. Sikap duduk yang baik untuk pria ialah sikap padmasana yaitu sikap duduk bersila dan badan tegak lurus. Sikap duduk bagi wanita ialah sikap bajrasana yaitu sikap duduk bersimpuh dengan dua tumit kaki diduduki. Dengan sikap ini badan menjadi tegak lurus. Kedua sikap ini sangat baik untuk menenangkan pikiran.

7. Sikap tangan
Sikap tangan yang baik pada waktu sembahyang ialah cakup ing kara kalih yaitu kedua telapak tangan dikatupkan diletakkan di depan ubun-ubun bunga atau kwangen dijepit pada ujung jari.

Kamis, 25 Agustus 2011

AKSARA BALI






Aksara suara adalah:

akaraakara tedungikaraikara tedungikara tedungukaraukara tedungukara tedungekaraairsaniaokaraokara tedungokara tedung


AKSARA WIANJANA

Penggolongan aksara wianjana berdasarkan warga aksara sebagai berikut


WARGA AKSARA WIANJANA

Aksara
warga









Alpa
prana









Maha
prana









Alpa
prana









Maha
prana









Anu
Suara









Arda
Suara









Usma









Wisarga
1 Kantia









ka










kha










ga










gha










nga









-









-










ha
2 Talawia









ca










cha










ja










jha










nya










ya










ça









-
3 Murdania









ta










tha










da










dha










na










ra










sa









-
4 Dantia









ta










tha










da










dha










na










sa










la









-
5 Ostia









pa










pha










ba










bha










ma










wa









-









Catatan :
1
Aksara Hanacaraka () yang jumlahnya hanya 18 buah di samping untuk menulis basa Kawi dan basa Sanskerta, juga digunakan untuk menulis bahasa Bali Kepara. Sedangkan vokalnya diambil dan aksara wisarga () ditambah dengan pangangge aksara sesuai dengan kebutuhan.
2 Aksara dalam pengajaran di sekolah jarang digunakan, namun dalam teks berbahasa Kawi (Kakawin / Parwa) banyak digunakan.



PANGANGGE AKSARA













1 Pengangge Suara
ulu
ulu sari
pepet
... tedung/ tedong
pepet matedung
taling / taleng
taling tedung / taleng tedong
taling marepa
taling marepa matedung
suku
suku ilut
ulu candra
ulu ricem

2 Pengangge Ardasuara
nania
guung
gantungan la / lê
suku kembung

3 Pangangge tengenan
cecek
surang
bisah
adeg-adeg


AKSARA ANCENG













Aksara anceng dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah singkatan. Pembentukan singkatan dapat dilakukan dengan menanggalkan satu bagian atau lebih dan kata yang akan disingkat (Depdikbud, 1975 : 21). Misalnya kata laboratorium disingkat lab. Dalam tata aksara Bali pembentukan aksara anceng juga dilakukan dengan cara pemenggalan bagian atau suku kata yang menjadi kepanjangannya, dengan sistem penulisannya diapit carik pangangsel atau carik siki (......).
Contohnya :
1 umanis
2 tamba
3 rupiah
4 mantra


















                                ANGKA DAN LAMBANG BILANGAN
1.   Angka
00 = 0 10 = 1
20 = 2
30 = 3
40 = 4
50 = 5
60 = 6
70 = 7
80 = 8
90 = 9



2.  Lambang Bilangan
0 = 10
0 = 100
0 = 1000
0 = 240
dan seterusnya.

TANDA BACA













Disebut pamada
Pamada adalah tanda baca yang digunakan pada akhir setiap bait kekawin. Pamada dibentuk dari empat buah aksara, yaitu aksara gantungan gantungan dan gempelan yang secara keseluruhan mengucapkan mangajapa. Adapun makna yang terkandung dalam pamada adalah mohon keselamatan.











Disebut carik (carik siki). Carik digunakan untuk menulis ceritera, geguritan, kidung, kekawin, sebagai tanda apalet, sebagai koma dalam kalimat. Di samping itu juga digunakan untuk mengapit angka dan aksara anceng.











Disebut carik pareren (carik kalih). Carik pareren digunakan untuk mengakhiri kata atau kalimat, yang dalam bahasa Indonesia difungsikan sama dengan titik. disebut carik. siki, difungsikan sama dengan intonasi non final atau koma. Disebut carik kalih, berfungsi sama dengan intonasi final titik.











Ceciren pepaosan ini disebut carik agung atau pasalinan, yang digunakan sebagai tanda akhir setiap bait kekawin, dan digunakan setiap pergantian tembang. Carik agung ini dibentuk dengan sebuah windu ( o ) yang diapit dengan pemada.











Ceciren pepaosan ini disebut panten atau panti. Panten atau panti ini digunakan pada setiap mulai menulis aksara Bali, yang bertujuan untuk mohon keselamatan dan perlindungan kepada Tuhan.











Ceciren pepaosan ini disebut carik pamungkah. Carik pamungkah ini digunakan pada akhir suatu pernyataan, apabila diikuti oleh rangkaian pemerian.











Ceciren pepaosan ini disebut pasalinan. Pasalinan digunakan sebagai tanda akhir suatu tulisan, dan sebagai tanda pergantian pupuh dalam geguritan.











--"--
disebut idem. Tanda baca idem diambil dan tanda baca bahasa Indonesia yang digunakan dalam pasang aksara Bali dengan fungsi sama, yaitu menjelaskan bahwa uraian yang di bawahnya sama dengan yang di atasnya.











"....."
disebut tanda petik ganda. Tanda petik ganda adalah tanda baca yang diambil dan bahasa Indonesia, yang digunakan untuk mengapit petikan langsung yang berasal dan pembicara atau dan naskah.











(....)
disebut tanda kurung. Tanda kurung digunakan mengapit tambahan keterangan atau penjelasan, misalnya kode telepon. Dan juga digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.



RAMBU RAMBU PENULISAN BAHASA BALI DENGAN AKSARA BALI





* BB = Bahasa Bali
1
Menulis BB asli dan bahasa-bahasa lain yang telah dirasakan sebagai BB asli, menggunakan Anacaraka, baik aksara wianjana (18 aksara) maupun aksara suaranya, beserta 'pangangge aksara' dan 'pangangge suaranya'.


2
Menulis BB yang diserap dan bahasa Kawi dan Sanskerta, menggunakan semua aksara Swalalita (termasuk aksara Anacaraka seperti tersebut pada NO 1 di atas dan aksara mahaprana, aksara murdania, aksara usma, aksara suara dirga dan hrasua dan pangangge suara dirga dan hrasua.


3
Kata-kata serapan dan bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa asing kecuali bahasa Sanskerta dan Kawi, ditulis dengan:
1 Anacaraka seperti tersebut pada 1 di atas
2 Aksara suara akaraikaraukaraekaraokara
3 Suara e / ê pada suku awal kata dasar dan tiga suku menggunakan pepet ( ) (ranah modern).
Contoh :
sekolah = lemari =
sepatu =
sepeda =

4 Awalan bersuara e / ê pada kata jadian Bahasa Indonesia, ditulis menggunakan pepet () (ranah modern).
Contoh :
kecamatan = kepala desa =
kelurahan =
pemerintah =
pendidikan =
ketua =
dan sebagainya



4 Singkatan
1 Singkatan yang telah ada pada sistem aksara Bali (Aksara anceng) digunakan pada ranah tradisional.
Contoh :
soso = somaso
shuso = shukraso
shaso = shaniscaraso
2 Singkatan yang diserap dan bahasa Indonesia (ada yang ditulis dengan huruf kapital) dikategorikan ranah modern.
Contoh :
BRI = soso
RRI = soso


5
Lagna pada suku akhir suatu kata (suku akhir kata tidak tertutup, bersuara a pada kata serapan dan bahasa Indonesia yang belum terasa sebagai BB asli, diucapkan a.
Contoh :
so Indonesia, diucapkan Indonesia
so pramuka, diucapkan pramuka
so ketua, diucapkan ketua





























SISTEM PENULISAN BHS. BALI DGN AKS. BALI


1. AKSARA LAGNA
2. ADEG-ADEG
3.PASANG JAJAR
4. TENGENAN
5. ATURAN NA RAMBAT
6. AKSARA MADUITA
7. PASANG AKSARA ARDASUARA
8. PASANG PAGEH
9. SING
AKSARA LAGNA





Aksara Bali adalah huruf suku kata. Tanpa mendapat 'pangangge suara', sudah dapat berfungsi sebagai suku kata. Aksara Bali yang belum mendapat 'pangangge suara' disebut lagna.
Suara a yang menyatu pada lagna itu akan hilang, bila :
1 Lagna itu mendapat 'pangangge suara'.
Contoh :








ha/ a








he/ e








hi/ i








hu/ u








he/ e








ho/ o
         








na








ne








ni








nu








ne








no



2 Lagna itu mendapat 'gantungan' atau ' gempelan'.
Contoh :
= na
==>
= nta
dalam
= panta
= la
==>
= lpa
dalam
= kalpa
= nga
==>
= ngku
dalam
= bangku
= la
==>
= lsu
dalam
= palsu



3 Lagna itu diberi 'adeg-adeg'.
Contoh :
= pa
==>
= p
dalam
= alap
= ma
==>
= m
dalam
= sugem
= da.
==>
= d
dalam
= ilid


ADEG ADEG





Adeg-adeg ()
Adeg-adeg digunakan pada akhir kata, pada akhir bagian kalimat dan pada akhir kalimat, bila suku kata pada tempat-tempat tersebut, suku tertutup (matengenan). Bila suku tertutup itu terletak di tengah atau awal kata, di tengah atau awal bagian kalimat atau kalimat, maka fungsi adeg-adeg diganti oleh gantungan atau gempelan.
Contoh
1
= adan
= danta
= padanda


2  
= Jumah l Wayane busan-busan uyut, minab tuara ada anak bani midabdabin


3
= Adin tiange numbas bantal di peken


4 Adeg-adeg digunakan juga pada singkatan kategori ranah modem, menggunakan pasang jajar palas.
Contoh :
= PLN
= SLTP
= SMAN

5. Adeg-adeg digunakan pula untuk menghindari penulisan susun tiga.
Contoh
= Danu Tamblingan.
  = Desa Tamblang











PASANG JAJAR



Menulis kalimat BB dengan aksara Bali, menggunakan sistem jajar sambung.
Contoh :
      
Catatan: Penulisan papan nama dengan aksara Bali, dapat menggunakan pasang jajar palas.

Contoh









YAYASAN  LEMBAGA  PENDIDIKAN








PGRI








PROPINSI DATI  I   BALI




TENGENAN





Tengenan adalah konsonan (lagna tanpa suara) pada akhir suku kata tertutup. Contoh
jalan
Tengenan pada suku kata


wastra
Tengenan pada suku kata


sampat
Tengenan pada suku kata
Tengenan pada suku kata
Ingatlah:
1.
Tengenan pada suku akhir kata, suku akhir bagian kalimat dan suku akhir kalimat,
menggunakan adeg-adeg ( ...), kecuali tengenan dan tengenan


2.
Tengenan pada suku tengah atau awal kata, tengenan pada suku tengah atau awal
bagian kalimat atau kalimat, mendapat gantungan atau gempelan,
kecuali tengenan dan tengenan

Catatan untuk beberapa macam tengenan.
1 Tengenan ha
2 Tengenan ra
3 Tengenan nga
4 Tengenan yang berasimilasi
dengan daerah artikulasi (warga aksara) gantungannya,
berlaku hanya dalam satu kata saja.
5 Tengenan majalan





TENGENAN HA





Tengenan
A Tengenan pada suku akhir kata dasar, berubah menjadi bisah (...).
Contoh :


kaliakah =
lebih =
seseh =




B.
Pada kata dasar dan dua suku kata yang konsonannya sama, dan kedua sukunya mendapat tengenan maka kedua tengenan itu berubah menjadi bisah (... ). Aturan demikian tetap berlaku meskipun kata seperti tersebut di atas telah disengaukan (ke-anusuarayang).
Contoh :
cahcah = nyahcah =
kohkoh =
ngohkoh =
nyahnyah =
ngenyahnyah =



C.
Tengenan pada suku awal suatu kata dasar yang konsonan suku-sukunya tidak sama, tetap tengenan dan suku berikutnya menjadi gantungan.
Contoh :
cihna =
brahmana =




D. Nama tempat di bawah ini dianggap dan dua kata.
Asahduren =
Asah Gobleg =
Blahkiuh =
Blahbatuh =



TENGENAN RA





Tengenan
Tengenan pada suku kata akhir, tengah atau suku awal dan suatu kata, selalu berubah menjadi surang ().
Contoh :
Denpasar =
Banjar Anyar =
Serdadu =
Sekar gula =

TENGENAN NGA





Tengenan
A Tengenan pada suku akhir kata dasar, berubah menjadi ().
Contoh :
pacung =
rendang =
blusung =
sila karang =



B
Pada kata dasar dan dua suku kata yang konsonannya sama dan kedua sukunya mendapat tengenan maka kedua tengenan in tersebut, berubah menjadi cecek ().Aturan demikian tetap berlaku meskipun kata seperti tersebut di atas telah disengaukan atau mendapat seselan -er- atau -el-
Contoh :
cangcang = nyangcang =
bungbung =
mungbung =
bengbeng =
brengbeng =
kungkung =
klungkung =



C
Suku awal dan suatu kata bersuku dua, yang konsonannya tidak sama, mendapat tengenan maka tengenan pada suku awal tidak berubah / tetap tengenan
Contoh :
bungsil = panggang =
bangku =
angsel =
blongsong =
blungking =
jangkrik =
bangsal =



D Oleh karena gantungan () tidak mungkin bergabung dengan gantungan lain maka Tengenan berubah menjadi cecek () untuk menghindari penulisan susun tiga.
Contoh :
angklung = sungklit =
jungkling =
nyungkling =



E Nama tempat di bawah ini dianggap dan dua kata.
Contoh :
Pangkungtibah =
Pangkungkarung =




TENGENAN YANG BERASIMILASI





Tengenan yang sesuai (berasimilasi) dengan daerah artikulasi (warga aksara) gantungannya, berlaku hanya dalam satu kata saja.
A
Tengenan dengan gantungan () dan gantungan () (sama- sama warga talawia), seperti = nyja nja ; = nyca nca, berlaku hanya dalam sebuah kata.
Contoh :
panca = sanja =
buncing =
panji =

Di antara dua buah kata, bentuk seperti di atas tidak berlaku.
Contoh :
bucun capil = ()
talin jaran =
()

B
Tengenan dengan gantungan () (sama- sama warga talawia) seperti = sca, berlaku hanya dalam sebuah kata.
Contoh :
pascad =
pascima =
Di antara dua buah kata, bentuk seperti di atas tidak berlaku.
Contoh :
batis cangak = ()

C
Tengenan dengan gantungan (), (sama-sama warga talawia) seperti = jnya, terdapat hanya dalam sebuah kata.
Contoh :
prajnyan =

D
Tengenan dengan gantungan ( ), (sama-sama warga talawia). Tengenan dengan gantungan ( ) atau dengan gantungan ( ); tengenan dengan gantungan ( ), (sama-sama warga murdania) seperti = ssa; = sta; = sna; = nta, terdapat hanya dalam sebuah kata.
Contoh :
Dussasana = kanta =
dusta =
tresna =





TENGENAN MAJALAN





Tengenan majalan terjadi:
  • bila kata yang di depan berakhir dengan suku tertutup dan kata yang mengikutinya diawali dengan suku terbuka atau,
  • suatu kata berakhir dengan suku tertutup diikuti akhiran.
Tengenan majalan lebih banyak untuk kepentingan guru lagu pada kekawin.
Contoh :
anak + agung ==> anakagung = 
tegeh + an ==> tegehan = 

NA RAMBAT





Dalam suatu kata, bila suku yang di depan aksara atau suku yang mengikutinya berkonsonan maka digunakan
Contoh :
Margarana = pancawarna =
sekaa truna =
rena =


AKSARA MADUITA





Aksara maduita
Aksara maduita ialah suatu konsonan bergabung dengan konsonan yang sama 'warga aksaranya'.
Contoh :
utara = yuda =
Buda =
cita =


Duita yang disebabkan oleh suku kata yang di depannya 'masurang' (dalam sebuah kata dasar), tidak lagi digunakan (Keputusan Pasamuhan Agung Kecil 1963).
Contoh
Karna = ==>


PASANG AKSARA ARDASUARA





Pasang Aksara Ardasuara
Aksara ardasuara (Semi vokal) : dapat berfungsi sebagai konsonan atau sebagai vokal.
Bila berfungsi sebagai konsonan, bentuknya tetap yakni : .
Bila berfungsi sebagai vokal, bentuknya berubah menjadi pangangge aksara yaitu :
1 Berdasarkan Keputusan Pasamuan Agung Kecil 1963, semua kata dasar dan dua suku, ditulis menggunakan 'pasang jajar'. Bila salah satu atau kedua suku katanya aksara ardasuara, maka dalam hal ini aksara ardasuara tersebut berfungsi sebagai konsonan.
Contoh :
yuga = biu = yuyu =
rasa =
sera =
raris =
lumah =
sela =
lala =
watu =
tua =
wawa =



2 Pada kata-kata di bawah ini aksara ardasuara berfungsi sebagai vokal (aksara suara).
Contoh :
tabia = biasa =
putra =
krana =
sukla =
tlaga =
satua =
buaya =



3 Aksara ardasuara dan bila mendapat pepet bentuknya berubah yakni
==>
==>
Cakra () bila mendapat pepet, bentuknya juga berubah yakni:
Contoh :
lega = mileh =
renyah =
rereh =
bresih =
kreteg =
tetapi klesih =
blegbegan =



PASANG PAGEH





Pasang pageh ialah 'pasang aksara' yang asalnya memang demikian, tidak mengikuti 'uger-uger pasang aksara'.
Pasang pageh terdapat bila menulis BB yang diserap dan bahasa Jawa Kuna atau bahasa Sanskerta (Pasang aksara Purwadresta).
Arjuna = nata =
gora =
madia =
bupati =
prabu =


SINGKATAN





1 Ranah tradisional
Singkatan pada wariga atau usada umumnya mengambil suku yang pertama (Aksara anceng).
Contoh :
= =
=
=
=

 



2 Ranah modern
Singkatan pada ranah modem bila ditulis dengan aksara Bali :
A selalu 'apit carik'
B yang ditulis adalah nama huruf (besar) yang membentuk singkatan tersebut contoh :
S L T P S M U
S D
D P R